Our Feeds

Monday, July 20, 2015

Catholic Youth Indonesia

St. Celsus

“Hai teman-teman, lihat ini.....!” teriak seorang anak kecil berumur 10 tahun memanggil teman-temannya, sambil menunjuk ke jalan raya. Anak kecil itu bernama Celsus, putera Marcianus, gubernur provinsi Mesir (tahun 303) yang terkenal kejam lagi bengis dan membenci penganut Kristus. Maka orang Kristiani selalu terancam hidupnya.
Teman Celsus datang berduyun. “itu lihat! Bagus amat!” seru Celsus. Teman-temannya bingung. Apa maksud Celsus? Orang yang diseret algojo dan dipukuli itu? Darah yang mengucur dari kepalanya itu?
“O.....Bagus......Bagus” kata Celsus. Semua keheranan. “apa yang kau lihat, Celsus? Itu kan biasa, si jahat Kristiani dipukul dianiaya”, kata temannya. “lihat diatas kepalanya. Oh indah putih bersih!” Celsus terus berkata. Temannya tambah bingung. Celsus tentu gila! Mereka tak melihat apa-apa, kecuali kepala pesakitan yang berdarah. Pesakitan dan algojo telah lalu jauh, tetapi Celsus belum bergerak dari tempatnya dan tinggal sendiri. Pandangannya mengikuti pesakitan itu. Hatinya terpesona kagum. Akhirnya ia membuang bajunya dan berlari melalui jalan lintasan dan mau bertemu dengan orang tersebut

***
Yulianus, pertapa Kristiani, tadi pagi dipanggil oleh Marcianus dan diperintahkan menyembah berhala. Tepai tak mau dan tak sudi menjalankannya karena keteguhan imannya. Maka marahlah Marcianus. Yulianus diseret keliling kota. Berkali-kali pukulan algojo menghujani kepalanya. Rambutnya yang telah memutih, sekarang memerah karena darah. Sepanjang jalan dia jadi tontonan orang, bahkan anak-anak mengikutinya sambil bersorak-sorak.
Tiba-tiba iring-iringan itu terhenti, karena kedatangan Celsus yang telah melalui jalan lintasan itu dan tiba-tiba berlutut di hadapan Yulianus sambil berkata, “Saya berlutut turut bersujud kepada Kristus.” “ini tak boleh. Ayahmu pasti marah”, pikir algojo itu dan lekas menarik tubuh Celsus. Beberapa orang pergi memberitahukan kepada gubernur Marcianus. Semua diam keheranan dan Celsus dipegang eraterat oleh algojo. Mendengar anaknya dipeluk Yulianus, naik darah Marcianus. Andaikata bukan anaknya sendiri tentu sudah remuk kepalanya. Yulianus tak luput dari marahnya. Wajah Yulianus menjadi sasaran tamparannya dan dadanya menjadi sasaran tendangannya sambil berkata, “Hai anjing Kristiani, kau berani mempermainkan anakku? Hilangkan daya sihirmu, bangsat!” Yulianus menundukkan kepalanya dan Celsus masih berdiri di sampingnya. Ibunya mendengar hal itu, berlari ke tempat Celsus sambil menangis terisak-isak. “Celsus puteraku, hilangkan kepercayaanmu akan orang Kristiani itu!” bujuk ibunya. Marcianus melihat istri dan anknya bertangis-tangisan, menjadi sedih kebingungan. Apa yang akan diperbuat? Akhirnya ia merobek jubahnya dan berkata, “Kristiani jahanam tak berperikemanusiaan. Lihat kedukaanku! Apa yang kau lakukan, hingga anakku menjadi begini? Hilangkan tenungmu! Nanti kubebaskan engkau!” “Bukan orang Kristiani yang tak punya kasihan. Melainkan tuan sendiri yang kejam. Mengenai putera tuan, tanyailah sendiri! Saya tak ingin bebas!”, jawab Yulianus. “keparat betul kau!” kaki Marcianus menyepak pinggang Yulianus, hingga terguling dan jatuh pingsan.
Celsus mendapat giliran pemeriksaan. Tangis ibunya tak mengubah hatinya. Bentakan dari ayahnya tak menggoyangkan imannya. “Celsus, jawab pertanyaanku! Diapakan kau oleh si tua ini?” tanya Ayahnya. “Kristus telah membuka hatiku. Telah kulihat kekuasan Allah Kristiani, yang telah mengirimkan malaikat Nya”, jawab Celsus dengan tegas. Ayahnya bingung. Tak tahu apa itu malaikat. Mengapa Celsus dapat berkata begitu tegas? “anak keparat! Prajurit, bawa kedua orang ini ke penjara di bawah tanah! Lalu kalut pikiran mereka!” pintah sang gubernur. Celsus dan Yulianus digiring oleh beberapa orang pengawal menuju penjara. Celsus kenal betul akan penjara di bawah tanah itu, karena telah biasa bermain-main di dekatnya. Penjara selalu gelap, sinar matahari tak pernah masuk. Udara di dalamnya sangat lembab dan menyesakkan napas. Telah banyak orang Kristiani yang mati lemas di situ. Tetapi kali ini ia merasa gembira sekali akan ditutup dalam penjara. Ia sendiri heran mengapa demikian senang rasa hatinya pada waktu itu.
Sesampainya di penjara para penjaga heran melihat Celsus. Mereka berkerumun hendak bertanya. Celsus dan Yulianus dimasukkan ke dalam penjara. Sekonyong-konyong pengawal kaget berteriak.... : penjara yang gelap gulita segera berubah menjadi terang benderang. Hawa busuk berangsur berganti harum semerbak-mewangi. Untuk kedua kalinya Celsus mengalami kasih Tuhan kepada penganut Nya. Ia berlutut berterima kasih. Pengawal penjara masih berdiri terpaku. Tak percaya ia akan melihatnya sendiri. Ditatapnya wajah Yulianus dan Celsus. Terlihat bersinar. Terang Tuhan menyinari hatinya. Setelah melihat kejadian itu, pengawal lalu berlutut sedangkan penjaga–penjaga lainnya yang ada di luar gua turut menyaksikan keajaiban itu. Lalu menyerbu masuk dan juga berlutut di muka Yulianus. Seketika itu mereka meminta diajari agama dan dipermandikan. Yulianus dan Celsus berdoa kepada Tuhan, memohon imam yang akan mempermandikan mereka.
***
Dekat Antiokhia wilayah Mesir hiduplah seorang imam bernama Antonius. Tiap hari ia mengorbankan Misa kudus dengan diam-diam, rajin mengajar agama, dan mengantarkan “Roti Suci” untuk para tawanan. Tetapi menjalankannya harus sembunyi-sembunyi, sebab mata-mata gubernur Marcianus berkeliaran dimana-mana. Dia mendengar Yulianus ditahan. Ia kenal benar dengan pertapa suci itu.
Pada suatu hari sehabis misa, ia berkemas hendak pergi ke Antiokhia, mengunjungi kenalannya Yulianus yang ada di penjara. Dengan diam-diam ia telah masuk ke penjara di bawah tanah. Akan tetapi malang terlihat oleh seorang penjaga. Segera belenggu mengikat tangannya dan ia diseret menghadap Marcianus. Marah betul sang gubernur. Antonius disiksa tanpa diperiksa terlebih dahulu. Kemudian diseret ke penjara bawah tanah. Di penjara, Yulianus meliaht Antonius masuk ke penjara dengan terbelenggu, terperanjatlah dia. Tetapi lalu menyongsongnya dengan girangnya: “Tuhan mengabulkan permintaan kami”, katanya.
“apa yang menjadi permintaanmu?”
“kemarin kami berdoa minta seorang imam, karena orang-orang minta dipermandikan.”
“Siapa anak kecil itu?”
“Itu Celcus, putera gubernur Marcianus.”
Antonius terperanjat mendengar itu. Dipandangnya Celsus dengan tajam. Ia amat kagum dengan keberanian anak itu.
Pada hari itu juga Celsus menerima permandian. Wajahnya berseri-seri, hatinya girang penuh dengan rahmat Tuhan. Tetapi tiba-tiba pintu penjara dibuka. Penjaga masuk. Celsus dipanggil, lalu dibawa pergi sendiri akan menghadap ayahnya. Rasa takut tak ada padanya. “Bagaimana, Celsus? Dapatkah kau membuang kepercayaanmu?” tanya ayahnya. “sama sekali tidak, ayah! Malahan saya telah menjadi penganut Kristus sungguh-sungguh. Permandian telah saya terima”, jawab Celsus dengan tegap. Muka Marcianus memerah penuh darah, suaranya mengetar, “Bunuhlah anak ini!” Algojo mendekati Celsus dengna wajah buas. Tangan kasar hendak mencekik leher Celsus, tetapi tiba-tiba algojo jatuh, tak berdiri, bergerak sedikit pun tak dapat. Ia lumpuh. Rasanya tak beraraf lagi badannya.
“Celsus sembuhkanlah aku. Aku percaya akan Allahmu”, keluhnya kepada Celsus.
“Baiklah Tuhan menunggu kau!”
Algojo merasa sehat seperti biasanya lagi, lalu berdiri. Marcianus heran dan ketakutan. Tapi rasa takutnya dia sembunyikan. Membentaklah lagi dia, “Celsus, kau telah mendapat ilmu sihir Kristiani pula. Sekarang kau bukan putraku lagi, khianat! Tunggu besok pagi kurebus kau!” Celsus menerima keputusan ayahnya dengan tenang dan digiring lagi ke penjara.
***
Pagi hari di alun-alun telah banyak orang. Marcianus sedang bermusyawarah di situ dengan para hakim. Di tengah alun-alun telah tersedia beberapa periuk belanga berisi minyak mendidih. Tiada lama kemudian terdengarlah suara rantai diseret. Tawanan-tawanan Kristiani dibawa ketengah alun-alun. Marcianus menanyai mereka satu persatu dan menyuruhnya mengingkari Kristus. Tetapi tak ada seorang pun yang sudi menjawabnya. Kini tiba gilaran Celsus, putranya sendiri.
“Tak takutkah kau akan minyak itu?”

“saya tak takut, ayah. Tapi saya mempunyai permintaan. Izinkan saya berbicara dengan ibu sebentar.”
“Boleh. Bila kau sudah mandi minyak mendidih itu.”
Tawanan-tawanan telah menghadapi periuk maut masing-masing. Orang-orang yang menonton takut dan ngeri melihatnya. Tanda berbunyi. Semua tawanan dangkat dan dimasukkan kedalam belanga. Penonton menjerit – tetapi lalu terdiam keheranan. Belanga semua bersinar. Yang digoreng kelihatan segar bugar. Tak ada satupun yang kesakitan. Marcianus juga melihat kejadian ini. Tapi belum juga percaya akan kekuasaan Tuhan. Dianggapnya ilmu sihir belaka.
Yulianus yang pertama keluar dari minyak mendidih itu lalu ditanyailah dia, “mengapa masih berani kau menggunakan sihirmu?” Tetapi teringatlah dia akan putranya. Bukankah Celsus sendiri kemarin juga membuat keajaiban? Hatinya gundah bimbang, “betulkah ini pertolongan Kristus?” pikirnya. “ Ah, tidak ini hanya daya sihir. Rahmat Tuhan yang baru membuka hatinya ditolaknya mentah-mentah. Hatinya dibentengi kekejaman dan kebengisan. Tiba-tiba Celsus datang dan menagih janji Marcianus, bapaknya. “Sekarang bolehkah saya menghadap ibu?” bujuknya. “Pergilah!” jawab Marcianus acuh tak acuh. “Prajurit!” bentaknya, “bawa anjing-anjing Kristiani ini ke kandang lagi!” semua tawanan dibelenggu lagi dan digiring ke penjara kecuali Celsus.
***
Celsus mendapatkan ibunya yang masih keheran-heranan melihat kejadian ajaib itu. Ibunya tak henti-hentinya memandang Celsus, dilihatnya anaknya bersinar terang. Ia tak berani memeluknya, meskipun amat ingin ia mencium anaknya. Tetapi Celsus lalu mendekapnya dengan penuh keharuan. Ibu dan anak yang terpisah karena kebengisan ayah, dapat bercakap-cakap lagi.
“bagaimana, anakku?” kata ibu Celsus membuka percakapan, “kau dapat  selamat keluar dari periuk minyak itu?”
“inilah pertolongan Kristus kepada hambanya, ibu.”
Jawab anaknya ini dipikirnya betul-betul, dibandingkan dengan penyembahan kepada dewa-dewa. “Betul-betul kuasa dewa Kristiani”, kata ibu Celsus
“inilah yang ku cari, ibu, yang terkuasa dari semua.”
“tetapi bukankah Yupiter juga dewa terkuasa?”
“Yupiter hanya patung, bu, buatan pandai emas, belum pernah saya lihat kekuasaannya.” Jawaban itu rupanyatermakan benar dalam pikiran ibunya. Ia diam sejenak dan berpikir. “memang betul katamu, anakku!”, katanya. “Kristuslah yang lebih berkuasa....”.
Tengah mereka bercakap-cakap datanglah Marcianus. Celsus ditarik, lalu dibelenggu oleh seorang prajurit, lalu dibawa ke penjara lagi. Ibunya mengikuti dari belakang, ingin melihat bagaimana nasib anaknya di penjara. Penjaga telah meninggalkan pintu dan masuk ke pos penjagaan. Ibu Celsus membuka pintu penjara. Ia turun. Sampai di bawah, ia tercenggang melihat penjara itu amat terang. Bau busuk hilang. Segera ia mendapatkan anaknya dan Yulianus, lalu diminta dipermandikan dengan keinsafan bahwa ia pun akan dibunuh.
***
Keesokan harinya Marcianus telah mengadakan sidang pula. Semua hakim hadir. Mereka merencanakan penganiyaan bagi orang Kristiani. Selesai sidang Marcianus memanggil istrinya. “Bujuklah anak kita Celsus, supaya mau membuang agamanya, lalu hadapkan kemari!” tibalah saat yang dinanti-nantikan, Celsus melihat ibunya datang, segera ia menyongsongnya, “Pax Tecum” (Salam). “Et cum spiritu tuo (salam padamu juga). Ah kabar buruk yang kubawa, Celsus, ayahmu menyuruh aku membujukmu dan tentu kita akan mendapat penganiayaan.” “Kita tak usah khawatir, Kristus melindungi umat Nya. Mari kita menghadap ayah, bu!” kata Celsus dengan tenangnya.
Keduanya mengahadap Marcianus. Celsus ditanyai dengan lemah lembut, “Celsus anakku, menurutlah pada ayah ibumu. Lemparkan agama jahanam itu!” “Saya tak dapat, ayah, saya telah menjadi hamba Kristus. Dan.......... juga ibu telah menjadi penganut Kristus!” mendengar istrinya menjadi seorang Kristiani, bukan main marahnya Marcianus. Matanya menyala-nyala, mukanya merah padam. “Bangsat! Sembah patung ini!” bentaknya sambil menunjukkan arca dewa Yupiter besar. Anak dan ibu malahan berlutu berdoa. Dan ayah marah. Ketika itu terdengnar suara yang dahsyat: patung Yupiter meletus! Rebah dan hancur. Sedang kuil turut bergoyang, rebah dan hancur juga.
Marcianus lari kebingungan. Pengawal dipanggilnya.

“Masukkan ke kandang singa!” perintahnya gugup. Celsus dan ibunya digiring. Singa lapar menanti mereka. Pintu kandang dibuka. Kedua orang didorong masuk. Marcianus meliaht dari luar. Tetapi apa yang dia lihat? Rahmat Tuhan yang paling akhir untuk menyelamatkan jiwa Marcianus: Singa-singa itu menjadi jinak. Tak mau menyakiti, malahan menjilat-jilat kaki mereka. Tetapi hati Marcianus telah membatu, makin mendidih darahnya. Semua mukjizat menjadi tantangan baginya. Apa yang lalu dikerjakannya? Istrinya dan anaknya keluar dari kandang. Tak mendapat luka sedikitpun mereka itu. Pengawalnya karena ketakutan, lalu menarik pedangnya. Dan......... tersemburlah darah martelar suci Celsus dan ibunya.

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »