Edith Stein lahir di
Breslau Jerman (Wroclaw) pada 12 Oktober 1891. Anak bungsu dari sebelas
bersaudara keluarga Yahudi Stein. Ayahnya Sigred meninggal ketika Edith baru
berusia 21 bulan. Ini membuat ibunya, Auguste menggantikan usaha dagang
suaminya dan mengurus pendidikan anak-anaknya. Edith kecil dikenal sebagai anak
yang perasa, dinamis, energik, dan pemarah. Untungnya pada usia 7 tahun mulai
berkembang sifat refleksifnya, demikian juga kecerdasan dan keterbukaanya pada
aneka hal yang ada disekitarnya.
Di usia 15 tahun, Edith
mengalami krisis dan pernah meninggalkan sekolah demi bekerja di Palang Merah
membantu tentara yang luka pada Perang Dunia I dan memutuskan untuk tidak lagi
percaya kepada Allah. Ia tak puas dengan ilmu yang diterimanya dan tak
menemukan makna hidup baginya. Keadaan ekonomi memaksa Edith untuk bekerja
sambil kuliah. Berkat kepandaiannya, dia diijnkan mengajar di sekolahnya sambil
mengikuti kuliah literatur Jerman dan sejarah di Universitas Breslau. Kemudian
dia melanjutkan belajar psikologi dan filsafat fenomenologi yang diajarkan oleh
Edmund Husserl di Universitas Gottingen. Setelah mendapatkan gelar doktor,
Edith diminta oleh dosennya Edmund Husserl menjadi asistennya di Universitas
Freirburg. Tugas akademisnya yang pada masa itu belum pernah diberikan kepada
seorang perempuan.
Taktala perjumpaan
dengan Hedwig Conrad-Martus di Bergzabern, menjadi titik awal pergulatan iman
Edith. Dia sempat membaca buku tentang kehidupan St. Teresa dari Avila (The Book of Her Life). Juga Edith Stein
sangat mengagumin iman Hedwig Conrad yang dapat menerima kematian suaminya
dengan besar hati sebagai kesempatan ambil bagian dengan penderitaan Yesus.
Dalam diri filsuf muda ini mulai muncul dorongan untuk menjadi Katolik. Di lain
pihak dia gelisah karena mengingat keluarga besarnya yang menganut agama
Yahudi. Akhirnya dia memutuskan menjadi Katolik pada usia 30 tahun di Gereja
St. Martinus Bergzabern. Dia dibaptis pada 1 Januari 1922 dan menerima Krisma
pada 2 Februari 1922.
Dua belas tahun Edith
membaktikan diri untuk mengajar, belajar, menulis dan memberikan banyak
ceramah, membagikan pengetahuan filsafatnya dan memperdalam hidup rohaninya.
Akhirnya pada usia 42 tahun dia memutuskan masuk biara Karmel yang bercorak
hidup kontemplatif klausura di Koln Jerman, dengan nama biara Teresa Benedikta
dari Salib. Sebagai suster Karmel dia tetap belajar dan menulis pemikiran dan
renungan-renungannya. Buah penanya antara lain: Hidup dalam Keluarga Yahudi (Life in a Jewish Family), Uraian tentang
Wanita (Essays on Woman), Masalah
Empati (The Problem of Empaty), dan
Hidup Tersembunyi (Hidden Life).
Gerakan anti Yahudi di
Jerman memaksakan untuk mengungsi ke Belanda. Namun akhirnya dia ditangkap
tentara Nazi bersama kakaknya Rosa dan dibunuh di kamar gas di Auzchwitz pada 9
Agustus 1942 (yang juga sebagai hari raya peringatan beliau). Paus St. Yohanes
Paulus II berkenan menganugerahi filsuf, rubiah, dan martir Yahudi yang rela
mati bagi bangsanya ini dengan gelar beata pada 1 Mei 1987 dan gelar santa
dimaklumkan pada 11 Oktober 1998.
Inilah nasihat St.
Edith Stein:
In
order to be an image of God, the spirit must turn to what is eternal, hold it
in spirit, keep it in memory, and by loving it, embarace it in the will (Supaya
menjadi citra Allah, roh harus kembali kepada yang abadi, memegangnya dalam
roh, menyimpannya dalam ingatan, dan dengan mencintainya, memeluknya dalam
kehendak.)