Our Feeds

Monday, July 20, 2015

Catholic Youth Indonesia

St. Edith Stein

Edith Stein lahir di Breslau Jerman (Wroclaw) pada 12 Oktober 1891. Anak bungsu dari sebelas bersaudara keluarga Yahudi Stein. Ayahnya Sigred meninggal ketika Edith baru berusia 21 bulan. Ini membuat ibunya, Auguste menggantikan usaha dagang suaminya dan mengurus pendidikan anak-anaknya. Edith kecil dikenal sebagai anak yang perasa, dinamis, energik, dan pemarah. Untungnya pada usia 7 tahun mulai berkembang sifat refleksifnya, demikian juga kecerdasan dan keterbukaanya pada aneka hal yang ada disekitarnya.
Di usia 15 tahun, Edith mengalami krisis dan pernah meninggalkan sekolah demi bekerja di Palang Merah membantu tentara yang luka pada Perang Dunia I dan memutuskan untuk tidak lagi percaya kepada Allah. Ia tak puas dengan ilmu yang diterimanya dan tak menemukan makna hidup baginya. Keadaan ekonomi memaksa Edith untuk bekerja sambil kuliah. Berkat kepandaiannya, dia diijnkan mengajar di sekolahnya sambil mengikuti kuliah literatur Jerman dan sejarah di Universitas Breslau. Kemudian dia melanjutkan belajar psikologi dan filsafat fenomenologi yang diajarkan oleh Edmund Husserl di Universitas Gottingen. Setelah mendapatkan gelar doktor, Edith diminta oleh dosennya Edmund Husserl menjadi asistennya di Universitas Freirburg. Tugas akademisnya yang pada masa itu belum pernah diberikan kepada seorang perempuan.
Taktala perjumpaan dengan Hedwig Conrad-Martus di Bergzabern, menjadi titik awal pergulatan iman Edith. Dia sempat membaca buku tentang kehidupan St. Teresa dari Avila (The Book of Her Life). Juga Edith Stein sangat mengagumin iman Hedwig Conrad yang dapat menerima kematian suaminya dengan besar hati sebagai kesempatan ambil bagian dengan penderitaan Yesus. Dalam diri filsuf muda ini mulai muncul dorongan untuk menjadi Katolik. Di lain pihak dia gelisah karena mengingat keluarga besarnya yang menganut agama Yahudi. Akhirnya dia memutuskan menjadi Katolik pada usia 30 tahun di Gereja St. Martinus Bergzabern. Dia dibaptis pada 1 Januari 1922 dan menerima Krisma pada 2 Februari 1922.
Dua belas tahun Edith membaktikan diri untuk mengajar, belajar, menulis dan memberikan banyak ceramah, membagikan pengetahuan filsafatnya dan memperdalam hidup rohaninya. Akhirnya pada usia 42 tahun dia memutuskan masuk biara Karmel yang bercorak hidup kontemplatif klausura di Koln Jerman, dengan nama biara Teresa Benedikta dari Salib. Sebagai suster Karmel dia tetap belajar dan menulis pemikiran dan renungan-renungannya. Buah penanya antara lain: Hidup dalam Keluarga Yahudi (Life in a Jewish Family), Uraian tentang Wanita (Essays on Woman), Masalah Empati (The Problem of Empaty), dan Hidup Tersembunyi (Hidden Life).
Gerakan anti Yahudi di Jerman memaksakan untuk mengungsi ke Belanda. Namun akhirnya dia ditangkap tentara Nazi bersama kakaknya Rosa dan dibunuh di kamar gas di Auzchwitz pada 9 Agustus 1942 (yang juga sebagai hari raya peringatan beliau). Paus St. Yohanes Paulus II berkenan menganugerahi filsuf, rubiah, dan martir Yahudi yang rela mati bagi bangsanya ini dengan gelar beata pada 1 Mei 1987 dan gelar santa dimaklumkan pada 11 Oktober 1998.
Inilah nasihat St. Edith Stein:

In order to be an image of God, the spirit must turn to what is eternal, hold it in spirit, keep it in memory, and by loving it, embarace it in the will (Supaya menjadi citra Allah, roh harus kembali kepada yang abadi, memegangnya dalam roh, menyimpannya dalam ingatan, dan dengan mencintainya, memeluknya dalam kehendak.)

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »